Dari Dekat, Aku Menyaksikan Harapan Hidup Baru untuk Julang Sulawesi
Oleh: Aqila Raihana Khairani
(Zoo Volunteer Departemen Edukasi, Konservasi, Riset & PR Life Science)
Julang Sulawesi (Rhyticeros cassidix) adalah salah satu burung endemik kebanggaan Nusantara. Dengan paruh besar yang khas dan suara serak yang bergema di rimba, ia bukan hanya simbol keindahan alam, tetapi juga aktor penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Sebagai pemakan buah (frugivora), Julang berperan penting sebagai penyebar biji (seed disperser) yang membantu regenerasi hutan tropis. Namun, di balik keindahannya, nasib Julang kian rapuh akibat perusakan habitat, perburuan liar, dan penyusutan hutan.
Tak heran, sejak 2018 IUCN menetapkan Julang Sulawesi ke dalam kategori Vulnerable (VU) atau rentan punah. Perlindungan hukum pun diberikan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Tetapi, perlindungan di atas kertas saja tidak cukup. Dibutuhkan langkah nyata di lapangan, salah satunya lewat program konservasi eksitu.
Dari Kandang Peraga Menuju Aviari Wallacea-Sahul
Saya berkesempatan menyaksikan langsung bagaimana Jagat Satwa Nusantara (JSN) melepas seekor Julang Sulawesi ke Aviari Wallacea-Sahul, sebuah kubah besar dengan vegetasi alami, pepohonan tinggi, dan ruang terbang luas yang dirancang menyerupai hutan tropis.
Sebelumnya, Julang Sulawesi tersebut ditempatkan di kandang solitaire, yaitu kandang khusus untuk perawatan sekaligus peraga edukasi. Namun, untuk benar-benar siap dilepaskan ke aviari, burung ini harus melalui tahap habituasi dan adaptasi. Selama kurang lebih tujuh hari, ia ditempatkan di kandang habituasi yang posisinya memungkinkan ia melihat keseluruhan aviari, mengenali tiap sudut ruang, mendengar suara lingkungan, dan mengamati pergerakan burung-burung lain yang sudah lebih dulu hidup bebas di dalam kubah. Proses ini bukan sekadar penantian, melainkan tahap penting agar Julang merasa aman dan mampu berinteraksi secara sehat ketika bergabung dengan komunitas baru.
Begitu pintu dibuka, Julang Sulawesi resmi berbagi ruang dengan para penghuni aviari lainnya, seperti nuri sulawesi, nuri bayan, angsa boiga, merak biru, trulek topeng, hingga burung mambruk yang elegan, dan masih banyak lagi satwa lain yang melengkapi keindahan kehidupan satwa dalam kubah tersebut. Masing-masing menghadirkan suara, warna, dan perilaku khas, menciptakan ekosistem mini yang merepresentasikan keragaman Wallacea.
Mengapa Aviari Penting?
Aviari bukanlah tujuan akhir, melainkan jembatan menuju konservasi jangka panjang. Di ruang luas ini, perilaku alami Julang Sulawesi dapat dipelajari, bagaimana ia terbang, berinteraksi, memilih pohon untuk bertengger, hingga kebiasaannya dalam mencari buah. Semua data ini penting untuk memastikan kualitas hidup satwa mendekati kondisi alaminya, dan menjadi bekal berharga untuk program pelepasliaran di habitat asli di kemudian hari.
Selain itu, keberadaan aviari juga membuka ruang edukasi. Masyarakat bisa melihat langsung bagaimana satwa endemik dilestarikan, sekaligus belajar tentang peran penting burung dalam menjaga hutan. Dengan begitu, konservasi tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga, tetapi juga tumbuh menjadi kesadaran bersama.
Harapan untuk Masa Depan
Saya percaya, langkah pelepasan Julang Sulawesi ke aviari adalah awal dari perjalanan panjang untuk memastikan spesies ini tetap bersuara di rimba Sulawesi. Namun, keberhasilan konservasi tidak hanya bergantung pada satu lembaga. Pemerintah harus memperkuat regulasi dan pengawasan, lembaga konservasi perlu terus menyempurnakan fasilitas dan programnya, akademisi berperan melalui penelitian yang aplikatif, dan masyarakat turut ambil bagian melalui dukungan serta perubahan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.
Aviari hanyalah ruang harapan sementara. Konservasi sejati tetap bergantung pada pemulihan hutan alami, perlindungan kawasan, dan pemberantasan perburuan ilegal. Namun, langkah yang saya saksikan hari itu di Jagat Satwa Nusantara memberi secercah optimisme, bahwa suara Julang Sulawesi tidak akan hilang dari rimba, asalkan kita semua ikut menjaga.
Jagat Satwa Nusantara mengajak kita bersama-sama melestarikan keanekaragaman hayati. Melalui Aviari Wallacea-Sahul, kita belajar bahwa setiap suara satwa adalah nyanyian untuk masa depan bumi.
