Apa yang terlintas di benak kita saat mendengar kata “Jakarta”? Gedung pencakar langit? Hiruk pikuk jalanan? Tetapi, Jakarta adalah sebuah buku cerita yang jauh lebih tebal dari itu. Kisahnya terukir pada prasasti kuno, terjalin dalam benang-benang Baju Encim, dan membumbung tinggi bersama kepak sayap Elang Bondol.
***
Saat Sejarah, Budaya, dan Alam Bertemu di Satu Tempat
Sebagai episode perdana dari seri Jagat Jelajah Anjungan, Jagat Satwa Nusantara berkesempatan mengunjungi Anjungan DKI Jakarta untuk menyelami langsung denyut nadi budaya dan alam ibu kota. Tempat ini seperti sebuah mesin waktu. Di sana, kami terhanyut oleh arsitektur Rumah Adat Betawi tipe Kebaya yang khas, serta diorama yang memotret perjalanan panjang Jakarta. Kami melihat jejak “masa lampau” lewat replika prasasti kuno, menyusuri lorong waktu ke era kolonial dengan gambaran gudang-gudang VOC, dan merasakan denyut sejarah perjuangan bangsa.
Namun, sejarah tidak berhenti begitu saja. Ia hidup dan bernapas dalam budaya yang semarak. Kami melihatnya pada keanggunan Baju Encim, kebaya berhias bordir warna-warni yang sering dilengkapi peniti tiga untai, sebagai lambang kemakmuran dan memancarkan pesona perempuan Betawi. Kami juga menyaksikannya dalam kewibawaan Baju Demang dan Ujung Serong yang dikenakan kaum prianya, pakaian yang menjadi saksi dalam berbagai perayaan dan momen istimewa.
Lalu, kami mengangkat pandangan kami dan tersadar, sejarah dan budaya ini memiliki penjaga alaminya. Sang Elang Bondol. Sebagai wujud cinta dan komitmen kami untuk mendekatkan satwa ini kepada masyarakat, di Taman Burung – Jagat Satwa Nusantara, kami memberinya nama panggilan: Nusa.
***
Elang Bondol: Simbol Hidup dari Sejarah dan Semangat Jakarta
Resmi menjadi maskot DKI Jakarta sejak 1989, Elang Bondol (Haliastur indus) adalah lambang keberanian, kekuatan, dan kebebasan. Nilai-nilai yang terpahat dalam sejarah perjuangan Jakarta. Sama seperti Baju Encim yang merepresentasikan keindahan budaya Betawi, Elang Bondol merepresentasikan kekayaan alam Jakarta. Keduanya adalah warisan. Satu diwariskan melalui tradisi di darat, satu lagi diwariskan oleh alam di angkasa. Habitatnya di pesisir adalah pengingat bahwa Jakarta adalah kota pelabuhan yang telah menyambut dunia selama berabad-abad.
Dipasangkan dengan Salak Condet, buah asli yang kini langka, sang maskot adalah benang merah yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan alam kita.
***

Di penghujung perjalanan pada episode perdana Jagat Jelajah Anjungan ini, kami tidak sekadar meninggalkan Anjungan DKI Jakarta. Kami membawa pulang sebuah kesadaran yang mendalam: Elang Bondol bukanlah sekadar satwa yang hidup di samping budaya Betawi. Ia adalah bagian tak terpisahkan dari budaya itu sendiri.
Kita bisa saja memajang Baju Demang paling megah di dalam lemari kaca atau menghafal semua pantun Betawi, tetapi jika langit Jakarta telah sepi dari kepak sayap penjaganya, rumah besar kita akan terasa hampa. Jiwanya telah hilang.
Melestarikan Elang Bondol, sang “Nusa”, bukanlah tugas para ahli konservasi semata. Ini adalah tugas budaya. Ini adalah kewajiban kita semua untuk merawat bab paling liar dan paling jujur dari buku cerita Jakarta. Karena jika suatu hari nanti Elang Bondol hanya tersisa dalam bentuk logo dan patung, kita tidak hanya kehilangan seekor burung, kita kehilangan sebagian dari jati diri kita.
Ini bukanlah cerita yang terpisah. Ini adalah pilar yang menopang identitas kita, harta karun yang nasibnya ada di tangan kita semua.
“Karena budaya bukan untuk disimpan, tetapi untuk dilestarikan.”
– M. Fardhan Khan (Direktur Operasional Jagat Satwa Nusantara)
***
Tonton video selengkapnya Jagat Jelajah Anjungan #1 hanya di kanal YouTube Jagat Satwa Nusantara melalui tautan di bawah ini!
Kontak:
Firly Alvita – Marketing Communication Jagat Satwa Nusantara
firly.alvita@jagatsatwa.id